Hasan Al-Hakimi. Ya.. nama itu yang
yang malam itu terlintas dalam benakku. Entah mengapa nama itu selau muncul
dalam tangisku. Nama seorang mantan kekasih di bangku SMP setahun yang lalu.
Memang kisah cintaku tak
seindah kisah cinta teman-temanku. Tapi cintaku lebih indah dari cinta
teman-temanku, mengapa? Karena aku dapat dikategorikan cewek setia,terlalu
setia malah. Sebab aku orangnya nggak mudah jatuh cinta, sekali bilang ya bisa
berarti itu selamanya.
Malam ini nama Hasan Al-Hakimi
benar-benar merasuk dalam memori otakku. Gimana enggak, seminggu yang lalu dia
SMS aku dan bilang masih sayang padaku. Ya Allah, sunguh bahagianya aku malam
itu. Tapi tidak untuk malam ini, nama Hasan Al-Hakimi benar-benar sangat
mengganggu karena ternyata dia sekarang sudah punya cewek baru dan yang membuat
aku menganga, cewek itu temanku sendiri. Pertama kali dengar kabar tak sedap
itu sakit juga sih hatiku dan muncul pertanyaan dalam hatiku, “Lalu apa
maksudnya dia bilang masih sayang padaku?”. Ku biarkan pertanyaan itu dalam
hati hingga mimpi menghampiriku.
20 Oktober 2011. Ku awali
pagiku dengan senyum yang mengandung berjuta makna. Dalam senyum ku simpan curiga
dalam senyumku pula ku simpan sebuah rahasia dan tanda tanya.
“Nisfia!” Sapa Rinta teman sekelasku.
“Iya Rin. Ada apa?”
Jawabku dengan senyum tipis.
“kamu kenapa tho kok
ndak semangat gitu?” Tanya Rinta dengan logat jawanya karena kami asli
orang Yogyakarta.
“Ah..kamu ki, aku semangat kayak gini kok dibilang
nggak semangat. Udah cuci muka belum tho kamu?”
“Haha.. malah ngelucu.
Nggak lucu ah.”
Kemudian aku jalan
berdua dengan Rinta menuju kelas kami, X.7 SMA Tunas Bangsa. Baru tiga bulan aku injakkan kaki di SMA yang aku cita-citakan
itu. Selama itu pula aku sudah tak satu gedung sekolah dengan Hasan Al-Hakimi,
mantan kekasihku.
SMA Tunas Bangsa. Di SMA
inilah aku memulai lembaran baru untuk melupakan Hasan sekaligus ingin membuka
lembaran gerbang masa depanku. Cita-citaku ingin menjadi seorang sastrawan
terkenal seperti Chairil Anwar, Taufik Ismail, M.H Khairun Najib dan lain
sebagainya.
Aku memang senang nulis,
membuat puisi, cerpen dan karya sastra yang lain. Ya.. walau pengalamanku
menulis belum banyak dan tulisanku masih rendah, belum sebagus karya-karya
mereka yang sudah terkenal dan pandai duluan daripada aku.hehe. Tapi aku yakin
dengan aku banyak-banyak menulis, semakin hari kemampuanku akan semakin
meningkat. Penyempurnaan bakat terpendam sambil jalan sajalah. Itu yang selalu
aku camkan dalam hatiku.
***
Tringgg.. ponselku
berbunyi pertanda sms masuk. Segera ku buka dan aku baca.
Loading… Opening…
“Nis,kamu masih cinta ya sama Hasan?”
Serentak aku menganga membaca
SMS dari Sandra yang sesuatu banget dan to the point mengajukan pertanyaan itu.
Apa maksudnya dia SMS aku kayak gitu,apa dia tahu beberapa hari yang lalu aku
sempat SMS’an lagi sama Hasan, tapi kalau dia emang tau kenapa harus tanya
seperti itu. Apa dia tau isi dari semua
SMS ku. Banyak pertanyaan yang terlintas dalam batinku ketika membaca SMS Sandra.
Segera aku membalas.
Reply… New text
“Hah, maksud kamu apa
eh?”
Tak lama kemudian hanya
berselang beberapa menit sudah ada balasan dari Sandra. Akhirnya menjadi
pembicaraan panjang di HP ku.
Sandra : “Nggak usah sok nggak tau deh,ngaku ja deh
loe! Dasar cewek gathel!”
Me :
“Mulut kamu itu lho,kalo ngomong pake etika dong! Aku kan nggak tau apa
sebabnya kamu nanya itu ke aku? Emang penting ya pertanyaanmu itu?”
Sandra : ”Beberapa hari ini loe sms’an kan sama
Hasan. Terus maksud loe kirim surat buat Hasan atas kemenangan lomba
olimpiadenya tu apa? Nggak bisa apa lewat sms? Kalo kayak gitu kan sesuatu banget!”
Sempat hatiku ini sakit karena omongan Sandra, tapi
aku berusaha untuk tidak memasukkannya dalam hati. Karena ku akui aku memang menulis
surat itu, tapi kan hanya sekedar untuk memberi dia selamat. Apa salahnya coba.
Sebagai teman fine-fine aja dong. Emang sih tepatnya Hasan itu mantan pacar aku,
tapi nggak salah kan kalau cuma ngasih surat doang, soalnya kalau aku sms juga
dia tukeran nomer sama Sandra.
Akhirnya ku putuskan untuk tidak membalas sms Sandra
karena aku takut masalah ini akan membani pikiranku. Aku coba untuk sms Hasan
lebih dulu.
“Hasan, kamu cerita ya sama Sandra masalah surat itu
?”
Kira-kira lima menit setelah ada laporan bahwa smsku
terkirim Hasan membalas sms ku.
Hasan :
“orangnya sms kamu ya?”
Me : “Iya,puas kamu sekarang!”
Hasan : ”Astaghfirullah
mbak, maksud aku tu nggak kayak gitu L aku cuma berusaha terbuka
aja sama dia, soalnya dia juga terbuka banget kalo sama aku. Maaf mbak maksud
aku nggak gitu L sumpaah”
Me : “nggak usah
pake emotion sedih kalo kamu bahagia, cowok tu emang kayak gitu. Manis
mulutnya. Bodoh ya kemarin2 aku percaya semua omonganmu. Sok manis! Pake bilang
masih sayang segala lagi.. shittt!!!”
Hasan ; “aku serius
mbak,tapi mungkin maafku kali ini nggak ada artinya dan kamu udah nggak percaya
lagi sama aku . Tapi aku mohon kali ini aja maafin aku. Aku bener2 nggak
bahagia dengan kejadian malam ini.”
Malam ini hanya terjadi cek-cok yang
hebat antara aku dan Hasan. Aku kecewa banget sama dia. Untuk ke dua kalinya
Hasan membuat aku kecewa. Padahal dia dulu pernah janji nggak akan ngecewain
aku dan dia nyesel pernah membuat kecewa aku. Tapi itu hanya perkataan manis
mulut seorang lelaki. Tak tahan dengan semua ini akhirnya ku putuskan untuk
menceritakan apa yang aku alami kepada kakak ku yang berada di Singapore.
Tuut..tutt..tutt..
panggilanku berhasil nyambung ke nomor kakakku, namun tak kunjung ada jawaban
dari dia. Ahh…mungkin dia sedang sibuk. Kurang kerjaan banget malam-malam gini
aku telepon kakakku. Akhirnya aku mengakhiri telepon yang menghubungkan aku
dengan kakakku.
Aku memutuskan untuk tidur daripada
harus berlarut-larut dalam masalah ini. Aku tidur meninggalkan dua pesan dari
Sandra dan Hasan yang belum aku balas karena aku sudah terlanjur sakit hati dan
kecewa oleh mereka berdua. Aku berniat membalas sms itu besok pagi.
Baru saja aku membuka selimut dan
siap untuk berangkat menuju pulau mimpi. Tiba-tiba HP ku berbunyi pertanda
bahwa ada pesan masuk, tapi aku tak ada hasrat untuk membukanya karena hari ini
aku sudah amat sangat capek sekali. Baik pikiran, badan maupun hati. “Mungkin
akan ku baca besok”, gunamku dalam hati.
Keesokan harinya aku bangun
kesiangan. Jam menunjukan pukul 05.45 segeralah aku sholat shubuh dan mandi.
Untung tadi malam semua jadwal hari ini sudah aku siapkan kecuali ulangan.
Yaa.. hari ini ada ulangan biologi dan aku belum belajar. Ini semua gara-gara
tadi malam, pagiku jadi berantakan. Sial!
“Astaghfirullah hari ini ada ulangan
biologi, mana aku belum belajar maksimal lagi. Ya Allah bagaimana ini? Semoga
belajarku kemarin-kemarin masih melekat diingatanku. Amin”
***
Akhirnya, “Alhamdulillah,ulanganku
lancar walau aku belajarnya belum maksimal.” Gunamku dalam hati.
Hari ini bapak ibu guru ada rapat mendadak
mengenai persiapan ulangan akhir semester dan kami pun dipersilahkan untuk
belajar di rumah. Tuing…terlintas pertanyaan dalam hatiku, “kalau pulang pagi
gini siapa yang mau jemput?”
“Ahaa.. aku suruh Zahra aja jemput
aku. Tapi dimana HP ku ? Ya ampun aku nggak bawa HP lalu bagaimana aku bias
suruh Zahra jemput aku kalau HP ku tertinggal?”
Akhirnya aku putuskan untuk pulang
jalan kaki. Ditengah perjalanan aku melihat sosok Hasan,tapi aku ragu apakah
itu Hasan ? “Emang gue pikirin. Walau dia Hasan juga nggak ngaruh sama gue.”
Ucap ku perlahan.
Setelah lama aku perhatikan memang
benar orang diseberang jalan iu adalah Hasan. Hari ini memang hari burukku,
tadi ulangan biologi belum belajar, HP ketinggalan, pulang jalan kaki dan
dijalan bertemu Hasan yang sedang bermesraan sama Sandra. Hatiku sakit melihat
pemadangan itu, tapi apa boleh buat dewi cinta tak berpihak kepadaku dan
tak menjodohkan aku dengan Hasan, so aku
harus relakan Hasan.
Aku berjalan dengan santainya tanpa
melihat kearah mereka berdua. Setelah aku berada didepan mereka aku segera
mempercepat langkahku dan tak menghiraukan apa yang mereka perbuat diseberang
sana.
Sesaat setelah aku sampai di rumah
segera aku menuju kamar dan membuka message. “Haa ada 10 pesan masuk?” teriakku
perlahan. Ada 10 pesan masuk dan salah satunya dari Hasan.
Hasan:“Nis, aku mau minta
doa. Besok Rabu aku ikut lomba nasyid tingkat kabupaten.” J
|
Kiriman pesan bak orang tak punya
dosa. Dasar! Ku putuskan untuk tak membalas message dari dia.
***
Malam senin. Seperti biasanya aku
berangkat ngaji di pondok pesantren dekat rumahku. Malam ini tak banyak yang
berangkat ngaji hanya aku dan Naini yang berasal dari luar pondok, ah mungkin
sedang haid bersama pikirku.
Setelah selesai ngaji aku berfikir
untuk mengajak Naini ke rumah Ita,tetangga Hasan. Seperti yang telah aku duga, Naini
mau menemaniku ke rumah Ita. Sebelum berangkat aku meminjam pulpen dan meminta
selembar kertas pada Ifah yang kebetulan rumahnya dekat pondok tempatku
mengaji. Dalam kertas itu berisi
Surat kecil untuk kamu
Semangat ya buat lombanya besok :)
Dari
aku
|
Setibanya di rumah Ita segera aku
menyuruh dia memberikan surat itu untuk Hasan sama seperti aku menyuruh Ita
untuk memberikan surat ucapan selamat atas kemenangan olimpiadenya. Hatiku
deg-degan,hatiku cemas, takut jika Sandra akan salah paham soal hal ini
lagi,sebenarnya cukup dengan aku sms untuk mendoakannya tapi sayangnya aku
sedang nggak ada pulsa. Ah sudahlah niatku baik kok,pasti Allah akan memudahkan
jalanku,hiburku dalam hati.
Sepuluh menit sudah aku menunggu Ita
kembali dari rumah Hasan. Aku mulai panik hari semakin malam tetapi Ita dengan
santaiya berlama-lama di rumah Hasan. Mungkin balasan Hasan terlalu panjang
sehingga memakan waku yang lama untuk Ita menunggu disana.
Disaat aku mulai bosan akhirnya Ita
berjalan ke arahku sembari senyam-senyum,aku tak tahu apa yang ia sembunyikan
dibelakang punggungnya. Aha pasti balasan dari Hasan,duh jadi deg-degan,aku pun
ikut tersenyum.
Tiba-tiba dari kejauhan Hasan
berteriak “Itu ucapan terimakasih dari saya.”
Seketika Ita menyodorkan sebuah
burung kertas. Hah apa maksud semua ini kenapa malah burungkertas,kenapa bukan
selembar kertas balasan suratku. Banyak sekali pertanyaan yang muncul dalam
otakku saat melihat burung kertas yang dibawa Ita.
“Ini ucapan terimakasih dari Hasan
Nis.” Ucap Ita tersenym.
“Hah,burung kertas ini balasan
suratku?”
“Lebih tepatnya ucapan terimakasih
karena kamu telah menyuport Hasan. dia ga tau harus mengucapkannya
bagaimana,bahkan tak tahu harus bagaimana menulisnya. Akhirnya dia membuatkanmu
burung kertas ini.” Jelas Ita
Diperjalanan pulang aku hanya
nyengar-nyengir bak orang gila kabur dari RSJ. Tapi memang itulah yang
terjadi,Hasan selalu berhasil membuat aku bahagia dengan apa yang ia lakukan.
Dan malam ini ku tutup hariku dengan sebuah burung kertas ketulusan.
Wah bagus mbak, ceritanya asik. Heehehhe
BalasHapusini beneran ato cuman karangan ya? kalo beneran smoga mbakk suksess jd penulis deh. Amin :)
ini beneran dek hehehe
BalasHapustapi ada sedikit rekayasa biar dramatis gitu
Ada cita-cita jadi penulis juga, doanya ya. Amin :)